Oleh: Jemmy Ibnu Suardi, Peneliti Kebudayaan Islam Banten
Nama Syeikh Nawawi al-Bantani sudah tak asing lagi. Ulama legendaris yang dijuluki Sayyid Ulama Hijaz ini begitu dihormati, bahkan karyanya menjadi rujukan utama di pesantren-pesantren Asia Tenggara. Namun, ada satu pertanyaan yang sering muncul di berbagai forum: berapa sebenarnya jumlah kitab yang beliau tulis?
Selama ini, banyak yang meyakini Syeikh Nawawi telah menulis hingga ratusan kitab, bahkan ada yang menyebut angka fantastis, 115 buku. Angka ini terus beredar luas, sayangnya, sumbernya seringkali hanya dari cerita lisan yang turun-temurun. Ironisnya, ketika diminta untuk merinci judul-judulnya, tidak ada yang bisa memberikan daftar yang akurat.
Hasil riset membongkar fakta yang menarik, untuk meluruskan misinformasi ini, seorang Guru Besar sejarah dan kebudayaan Banten, Prof. Mufti Ali, melakukan riset mendalam. Menurut Prof. Mufti Ali, yang melakukan riset sejak 2008 hingga 2015, jumlah karya Syeikh Nawawi al-Bantani adalah 42 judul, bukan 115 seperti yang sering diyakini masyarakat umum.
Prof. Mufti Ali sendiri sudah meneliti ratusan pesantren di Banten antara tahun 2008-2014 dan tidak menemukan satu pun yang mengoleksi karya Syeikh Nawawi secara lengkap. Koleksi terlengkap yang ia temukan hanya sekitar 15 karya. Riset ini juga diperkuat dengan hasil penelitian dari Litbang Kemenag (1986), Martin van Bruinessen (1993), dan Alex Widjojo (1997).
Ke Mana perginya karya-karya Lain? Jika hanya 15 judul yang beredar di Indonesia dan Asia Tenggara, lantas di mana 27 karya lainnya? Berdasarkan temuan Prof. Mufti Ali, mayoritas karya Syeikh Nawawi ternyata tersimpan di luar negeri.
Universiteit Bibliotheek Leiden (UBL) di Belanda menyimpan 33 judul. Library of Congress di Amerika Serikat memiliki 20 judul. British Library di London menyimpan 5 judul. Sebagian lainnya juga tersebar di National Archief Den Haag, serta terselip di toko-toko kitab tua di Kairo, Mesir.
Hal ini menunjukkan bahwa warisan intelektual Syeikh Nawawi lebih banyak berada di perpustakaan-perpustakaan besar di Eropa dan Amerika daripada di tanah kelahirannya sendiri.
Untuk itu penulis mendukung upaya untuk mengembalikan kejayaan Banten dengan mendorong Gubernur Banten agar memiliki inisiatif mulia untuk mengumpulkan karya-karya Syeikh Nawawi dan menyimpannya di museum dan perpustakaan Banten. Upaya ini sangat penting untuk melestarikan khazanah intelektual Banten. Mengingat mayoritas karyanya berada di luar negeri, langkah ini perlu didukung dengan identifikasi akurat dan cermat.
Dengan menghimpun kembali 42 karya Syeikh Nawawi, kita tidak hanya meluruskan misinformasi yang beredar, tetapi juga mengembalikan sebagian dari kejayaan intelektual Banten dan memastikan bahwa warisan sang mahaguru ini dapat dipelajari oleh generasi mendatang.***
