TANGERANG, BANTENPRO.CO.ID – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroda Tangerang Nusantara Global (TNG) kembali menjadi sorotan, setelah sebelumnya disorot terkait minimnya kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), kini pengelolaan titik parkir oleh perusahaan plat merah tersebut dinilai belum melalui kajian yang matang.
Program pengelolaan parkir oleh Perseroda Tangerang Nusantara Global (TNG) dinilai amburadul dan jauh dari prinsip tata kelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang profesional.
Alih-alih meningkatkan pendapatan daerah, pola kerja sama yang diterapkan TNG justru menyerupai praktik tradisional dengan setoran harian tanpa transparansi dan kajian yang jelas.
Manajer Operasional Perseroda TNG, Rudy Hariadi, mengakui bahwa saat ini pihaknya baru mengelola 13 titik parkir on street (bahu jalan) dan satu titik off street di kawasan Green Lake City.
Rudy mengakui TNG belum sepenuhnya dapat mengelola lahan parkir di Kota Tangerang.
“Belum. Kita mau dengan pihak ketiga. Tapi kita parkirkan ada dua nih. Ada off-street, ada on-street. Yang on-street itu sekarang 13 titik,” ujar Rudy.
Namun di lapangan, sistem pengelolaan TNG lebih menyerupai sistem setoran harian jukir (juru parkir), bukan pengelolaan bisnis modern.
Setiap juru parkir yang disebut mitra diwajibkan menyetor nominal tertentu ke TNG per hari, sedangkan kelebihan pendapatan menjadi milik mereka sebagai upah dalam menjalankan bisnis perparkiran.
“Mitra itu gini, misalkan dari sini sampai situ berapa satuan ruang parkirnya kita hitung. Oh, motor sekian kali seratus, kali jam waktunya. Oh, kamu perjanjiannya di situ lima ratus ribu, kamu harus lima ratus ribu per hari. Ya kalau nggak berani, ya sudah nggak usah,” kata Rudy.
“Kalau misalnya udah ditarget sama TNG misalnya lima ratus ribu. Nah, tanda kutip fee untuk si jukirnya berapa? Kita juga ngitung SRP itu dihitung dengan pendapatan dia. Jadi nggak mungkin juga kita lima ratus ribu untuk kita semua. Di luar lima ratus berarti udah hak miliknya si jukir,” tambahnya.
Tak hanya itu, Rudy mengakui bahwa sejumlah titik parkir masih dikuasai organisasi masyarakat (ormas) dan kelompok tertentu, membuat perusahaan milik plat merah di Kota Tangerang kesulitan menegakkan otoritasnya di lapangan.
“Kemarin kan, Pak, itu di Ciledug ada banyak. Sudah dikuasi Ormas, lalu kita mau masuk agak ribet, nih. Jangan sampai sudah kita sewa, tiba-tiba sudah dikuasai,” ungkapnya.
“Tapi kan kita sebagai badan usaha juga harus berpikir juga. Ada pendekatan-pendekatan lagi. Jangan sampai kita sudah disewa, tidak ada pendapatannya,” imbuhnya.
TNG memang menyatakan telah menyewa beberapa lahan bahu jalan milik daerah kepada Dinas Perhubungan dan membayar pajak parkir sebesar 10 persen dari total pendapatan.
Namun lalainya mekanisme pengawasan menjadi potensi kebocoran di lapangan yang menjadi penyebab sulitnya PT TNG memberikan bantuan untuk PAD Kota Tangerang.
Hal tersebut dibantah oleh Rudy, dia mengaku bahwa PT TNG sudah memberikan kontribusi untun membantu pendapatan asli daerah melalui pajak kepada daerah Kota Tangerang
“Selain sewa bahu jalan, kita juga pajak parkirnya kita kenakan. Misal pajak parkirnya, satu bulan kita dapatnya 100 juta dari semua titik ini. Sepuluh persennya untuk pajak parkir. Jadi, sebetulnya BUMD ini sudah berkontribusi (kepada PAD) lah,” ucap Rudy.
Sebelumnya, Direktur LSM Kebijakan Publik Tangerang, Ibnu Jandi, juga menilai kinerja TNG tidak menunjukkan hasil signifikan sejak berdiri pada 2016.
“Sejak berdirinya PT TNG tahun 2016, kajian analisa saya itu hasil LHP BPK RI itu nol persen. Hanya di tahun 2024, dia (TNG) nyumbang Rp350 juta,” tegas Jandi.
Jandi menyebut, lemahnya tata kelola, tidak adanya kajian bisnis matang, serta praktik pengelolaan parkir yang tidak transparan menjadi bukti kegagalan TNG dalam menjalankan mandat sebagai BUMD.
Menurut Bang Jandi, jika tidak dibenahi, TNG berpotensi terus menjadi beban bagi keuangan daerah ketimbang penyumbang bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Modal itu kan uang rakyat. Harusnya Perseroda TNG bertanggung jawab secara hukum, secara kinerja, dan secara keuangan. Tapi nyatanya, sampai hari ini mereka tidak mampu menguraikan tugas dan fungsinya,” tandasnya.***














